Selain meninggalkan kesan yang baik, Kunjungan kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan ke Kalimantan Utara (Kaltara) pada Jumat (15/02) lalu juga membawa angin segar untuk masa depan investasi di provinsi termuda di Tanah Air ini. Salah satunya dalam hal pemenuhan energi listrik.
IWAN SUPRIADI BANI, Tanjung Selor
KEKAYAAN sumber daya alam (SDA), berupa hasil tambang batubara menjadi salah satu komoditi handal yang dimiliki Kaltara. Namun sayang, selama ini hasil batubara hampir 90 persen lebih dibawa keluar Kaltara. Hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat di wilayah ini.
PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) yang memiliki usaha tambang di Kabupaten Bulungan, Kaltara, bisa jadi sebagai perusahaan pioneer dalam pemanfaatan langsung batu bara. Membangun industri hilir atau hilirisasi tambang. Demikian yang ditegaskan Menteri ESDM Ignasius Jonan saat berkunjung lokasi perusahaan di Desa Apung, Kecamatan Tanjung Selor itu.
Ya, karena niatan membangun industri hilir tambang itu lah yang membawa Menteri ESDM datang ke Kaltara untuk kedua kalinya (sebelumnya Ignasius Jonan datang dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perhubungan). Jonan berkeinginan batubara yang ditambang di Kaltara, lebih banyak dikelola langsung dan dijual setelah menjadi produk olahan.
Tak hanya itu, Jonan juga menginginkan perusahaan tambang membangun industri hilir yang bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat atau daerah. Salah satunya dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). “Yang dilakukan sudah bagus (membangun PLTU), tapi kapasitasnya masih terlalu kecil. Padahal saya yakin perusahaan ini mampu membangun PLTU dengan kapasitas lebih besar lagi. Apalagi dengan adanya rencana pengembangan kawasan industri, tentu akan membutuhkan listrik dengan kapasitas besar,” ujar Jonan.
Hal itu disampaikan, bukan berarti dirinya tidak mendukung pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang kini juga sedang dalam on progress di Kaltara. Hanya saja menurutnya, pembangunan PLTA memakan waktu yang lama, sementara kebutuhan listrik diperlukan cepat untuk menumbuhkan investasi.
Gayung bersambut, niatan membangun PLTU di mulut tambang memang sudah direncanakan pihak perusahaan. Melalui CEO PT Energi Nusa Mandiri (ENM), sebagai induk dari PT PKN, Lim Gunawan Haryanto, menyebutkan pihaknya siap membangun PLTU di Bulungan. Bahkan termasuk untuk memenuhi listrik di Kawasan Industri di Tanah Kuning-Mangkupadi yang menjadi proyek strategis nasional itu.
“Kita sudah ada rencana itu. Makanya kita mohon dukungan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kita tahu ada rencana membangun PLTA. Tapi untuk masih sangat lama. Butuh 10-20 tahun lagi. Kalau PLTU, paling hanya 2-3 tahun selesai,” kata Lim.
Dengan adanya sumber energi listrik, lanjutnya, akan menambah kepercayaan para investor yang akan berinvestasi di Kawasan Industri tersebut. Karena dengan ketersediaan listrik, investor sudah bisa menghitung dan memulai usaha yang akan dilakukan. Utamanya perusahaan smelter, yang membutuhkan listrik dalam kapasitas besar.
“Saya yakin, investor sejauh ini masih ragu berinvestasi karena listriknya belum ada. Berbeda kalau sudah siap listriknya. Dan kita siap. Bahan baku ada (batubara), SDM kita juga siap, termasuk peralatannya,” tegas Lim meyakinkan. Ditambahkan, perusahaannya yang memiliki beberapa lokasi tambang batubara dengan luasan puluhan ribu hektare di Bulungan, mampu membangun PLTU dengan kapasitas ratusan MW.
Menanggapi tawaran itu, Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie mengatakan, sesuai dengan hasil beberapa kali pertemuan di Kementerian Koordinator Maritim, memang sudah dibahas mengenai pemenuhan energi listrik guna memasuk KIPI (Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional), dengan memanfaatkan SDA yang ada, selain PLTA. Di antaranya dengan memanfaatkan SDA batubara maupun gas yang banyak ada di Kaltara.
“Itu (perlunya dibangun PLTU) sudah ada dalam perencanaan. Kita dari pemerintah daerah terbuka, kalau ada investor yang akan membangun PLTU. Tentu dengan Batasan sesuai kewenangan kita,” ungkap Irianto. Dibeberkan, perlu ada tindak lanjut lebih mendetail jika memang ada investor yang ingin membangun PLTU atau akan memasok listrik untuk KIPI.
“Karena ini berkaitan dengan listrik, tentu harus dibicarakan dengan PLN. Utamanya mengenai harga. Saya yakin pihak swasta yang akan menjual listrik, tidak mau rugi. Begitu pun dengan PLN. Termasuk dengan perusahaan (investor) yang akan menggunakannya di kawasan industri nanti. Dan itu merupakan ranah business to business (B to B),” ujarnya.
Untuk diketahui, PT ENM melalui anak usahanya PT Megah Energi Katulistiwa (MEK) membangun pabrik semi kokas di kawasan tersebut. Seperti dibeberkan oleh direkturnya, Rayendra Pradipta, MEK merupakan industri pionir yang menghasilkan 3 produk sekaligus. Yaitu semikokas atau bahan untuk industri pengelolaan logam, coke gas untuk pembangkit listrik, dan tar/MFO.
Dengan teknologi Vertical Retort Carbonizer, MEK mampu menghasilkan 600,000 ton semikokas per tahun dengan bahan baku berjumlah 1,000,000 ton batubara, serta hasil samping berupa tar sebanyak 50,000 ton per tahun dan coke gas yang dapat digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Gas sebesar 30 megawatt. (humas)