TANJUNG SELOR, MK – Program penanganan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), dalam beberapa tahun terakhir dilakukan melalui pendekatan, dengan memperhatikan kearifan lokal yang meliputi perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, hingga daerah tertinggal atau terpencil. Tak terkecuali di wilayah perbatasan antar negara.
Upaya itu diwujudkan dalam sejumlah program prioritas yang direalisasikan oleh Dinas Sosial (Dinsos) tingkat provinsi, juga kabupaten dan kota. Adapun program prioritas itu, di antaranya program bantuan Beras Sejahtera (Rastra), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), Usaha Ekonomi Produktif bagi Kelompok Usaha Bersama (UEP KUBE), Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RUTILAHU) dan Sarana Lingkungan (Sarling). Adapula program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang termuat didalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat kurang mampu, hingga Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Program-program ini direalisasikan dengan dukungan anggaran dari pemerintah pusat melalui APBN Dekonsentrasi dan APBN Kementerian Sosial, serta APBD,” kata Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, baru-baru ini.
Hingga Maret 2019, sebutnya, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin Kaltara mencapai 48,78 ribu jiwa atau sekitar 6,63 persen dari total penduduk Kaltara. Sementara pada 2018, jumlah penduduk miskin mencapai 50 ribu jiwa atau sekitar 7 persen, dan di 2017 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 48,56 persen atau 6,96 persen.
“Program prioritas penanganan fakir miskin tersebut, cukup berpengaruh terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Minimal, mereka mendapat motivasi baru untuk terus memperbaiki kesejahteraan hidupnya,” jelas Irianto yang didampingi kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Kaltara, Heri Rudiyono.
Gubernur menegaskan, penerima bantuan sosial adalah KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang terdaftar didalam Bantuan Data Terpadu (BDT) yang dibuat oleh Kementerian Sosial.
“Usulan data tersebut berasal dari desa. Dari itu, saya berharap pemerintah desa di Kaltara untuk aktif mendata warga miskin di sekitarnya. Mungkin saja ada masyarakat umum yang belum masuk kategori KPM karena kehilangan mata pencaharian atau faktor lain (bencana) sehingga mereka harus didata untuk masuk menjadi BDT,” bebernya.
Hal ini juga didukung oleh pemerintah pusat yang menetapkan pembaharuan BDT setiap 3 bulan sekali. Dengan menggunakan BDT dalam penetapan sasaran pada semua program bantuan sosial, komplementaritas bantuan sosial kepada KPM akan memberikan daya ungkit dan manfaat untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan bagi KPM.
“Saya imbau untuk para pemangku kepentingan di kabupaten atau kota, kecamatan dan desa yang telibat pada program bantuan sosial agar terus membangun kesamaan paham dan kesatuan gerak langkah dalam melaksanakan sosialisasi program,” jelas Gubernur.
Untuk realisasi dari program prioritas penanganan fakir miskin sendiri, sudah sesuai rencana. Seperti bantuan Rastra, yang tahun ini dialokasikan ke semua daerah di Kaltara. Persentase pencapaiannya, dari total anggaran Rp 31.454.280.000 yang disediakan APBN Kementerian Sosial tahun ini, telah terealisasi 75 persen hingga bulan ini. “Bantuan Rastra ini disalurkan dalam bentuk beras 10 kilogram dan telur. Insya Allah, akan tersalurkan 100 persen di akhir 2019,” timpal kepala Dinsos Kaltara Heri Rudiyono.
Jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) program Rastra juga BPNT pada tahun ini mengalami peningkatan. Ini lantaran KPM dari Malinau yang tahun sebelumnya tidak menerima jatah Rastra, akan menerima tahun ini. “Total KPM penerima Rastra dan BPNT tahun ini sebanyak 15.135 KPM,” urai Heri.
Untuk program bantuan KUBE, RS-RUTILAHU dan Sarling akan disalurkan pada Oktober hingga Desember. Penyalurannya melalui tahapan sehingga butuh waktu yang cukup lama. “Semua penerima bantuan sosial tersebut harus di-SK-kan Gubernur. Untuk penyerahan SK-nya akan segera dilakukan secara simbolis oleh Gubernur. Sebelumnya, para penerima bantuan akan mengikuti bimbingan teknis,” jelas Heri.
Tahun ini, anggaran bantuan KUBE dialokasikan sebesar Rp 2,76 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Kaltara, APBN Dekonsentrasi, dan APBN Kementerian Sosial. “Bantuannya diterima dalam bentuk barang yang dilaksanakan melalui penyedia barang atau jasa (APBD Provinsi) dan diterima dalam bentuk uang yang dibelanjakan dalam bentuk barang sesuai dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang ada pada proposal KUBE (APBN Dekon dan APBN Kementerian),” ucap Heri. Tahun ini, Malinau tidak mendapatkan bantuan KUBE, karena pendataan dilakukan langsung oleh kementerian tetapi untuk tahun depan Malinau akan mendapatkan bantuan tersebut.
Lalu, untuk bantuan RS-RUTILAHU, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 4,5 miliar. Bantuannya berbentuk uang dan dibelanjakan masing-masing kelompok sesuai kebutuhan barang yang ada pada RAB di proposal. “Bantuan ini diterima per kelompok dengan jumlah kepala keluarga (KK) didalamnya masing-masing 10 KK. Setiap KK mendapatkan Rp 15 juta yang dikelola secara kelompok,” urai Heri.
Tahun ini, hanya Bulungan, Nunukan dan Malinau yang mendapatkan bantuan ini. Sedangkan, Tarakan tidak diberikan karena sudah dianggap setiap KK memiliki rumah layak huni. “Untuk Tana Tidung, tahun ini tidak mendapatkan bantuan karena tahun sebelumnya pihak kementerian tidak memiliki data, namun tahun depan akan diberikan setelah pada tahun ini data penerima untuk KTT diserahkan ke kementerian oleh Dinsos Kaltara,” tutur Heri.
Selain itu, Kaltara juga mendapatkan bantuan Sarling dengan total anggaran sebesar Rp 50 juta. Bantuan ini diterima dalam bentuk uang yang dibelanjakan sesuai dengan RAB yang ada pada proposal. “Hanya Nunukan yang akan menerima bantuan ini dikarenakan keterbatasan anggaran kementerian,” tutupnya.(humas)