Jakarta – Dari laporan dari Kapolri, dari Panglima TNI, dan Ka BIN (Kepala Badan Intelijen Negara), Menko Polhukam Wiranto mengemukakan, bahwa kerusuhan yang terjadi dalam aksi demonstrasi di Papua karena ada yang menunggangi, ada yang ngomporin, ada yang memprovokasi, ada yang sengaja untuk mendorong terjadi kekacauan.
“Kita tahu siapa yang mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari kerusuhan ini, dan kita peringatkan siapapun dia. Saya tidak akan sampaikan secara detail tapi kita tahu. Makanya, siapapun dia hentikan itu karena itu hanya ingin membuat suasana instabil,” tegas Wiranto dalam keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta.
Berdasarkan laporan Panglima TNI, menurut Menko Polhukam, pada saat kerusuhan di Deiyai itu ada mobil TNI yang karena pasukan Dakhura (Penindak Huru-Hara) tidak diizinkan membawa senapan, maka senapan/senjata dimasukkan di mobil, sepuluh pucuk. Dan satu sersan yang menjaga itu kan meninggal dunia kan, gugur karena mempertahankan itu. Senjatanya hilang, dirampas.
“Nah syukur alhamdulillah ya, dilaporkan tadi, hari ini sepuluh pucuk itu sudah kembali. Yang memang sudah sampai ke masyarakat, sampai ke gunung tapi dengan approach yang baik, dengan cara persuasif, ada kesadaran untuk mengembalikan senjata yang sepuluh pucuk itu,” ungkap Wiranto.
Hentikan Dulu Kerusuhan
Dalam kesempatan itu Menko Polhukam Wiranto juga menyampaikan, bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar situasi yang panas ini segera berangsur-angsur pulih. Karena itu, dalam pertemuan dengan banyak tokoh dari Papua, Jumat (30/8) siang, Menko Polhukam mengatakan, dalam forum tersebut dibicarakan apa yang terjadi di sana.
“Tidak dalam forum salah-menyalahkan, mencari biang keladinya, tapi berbicara bagaimana segera kita bisa menghentikan kerusuhan, situasi yang menegangkan, situasi yang panas, dan banyak merugikan kepentingan nasional ini segera bisa kita hentikan, kita pulihkan, masuk dalam suasana damai sehingga dialog dapat dilakukan,” ungkap Wiranto.
Menko Polhukam Wiranto mengakui pada saat bertemu dengan tokoh-tokoh itu banyak sekali hal-hal yang disampaikan oleh masyarakat tentang sesuatu yang perlu diperbaiki. Namun ia mengingatkan, tidak mungkin harapan itu, keinginan itu, saran-saran itu dilakukan sambil kita rusuh.
“Maka rusuh dihentikan dulu, berhenti dulu, tenang dulu, maka kita baru dialog,” tegas Wiranto.
Dialog itu pun, lanjut Wiranto, kita tidak berbicara referendum, tidak berbicara kemerdekaan karena NKRI sudah harga mati dengan alasan macam-macam. Bahwa itu sudah keputusan PBB di tahun 60-an dan sudah menjadi kesepakatan kita bersama bahwa Papua, Papua Barat, dulu namanya Irian Barat, sudah menjadi bagian yang sah dari Republik Indonesia. (FID/DNA/RAH/ES)