Sebanyak 28.000 Ha KBK dan HP Akan Jadi APL, Lahan Masyarakat KTT Terbentur Status Lahan

by Isman Toriko

TANA TIDUNG, MK – Kabupaten Tana Tidung mendapatkan 28.000 hektar lahan masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).

28.000 hektar lahan merupakan hutan produksi dan kawasan budidaya kehutanan (KBK), namun di dalam terdapat pemukiman masyarakat, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dan wajib masuk ke dalam existing tata batas hutan.

“Untuk tata batas hutan di Tana Tidung alhamdullilah sudah selesai 100 persen dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Samarinda. Terima kasih kepada kepala balai BPKH Samarinda yang telah melakukan penataan tata batas hutan di Tana Tidung 100 persen,” ujar Ibrahim Ali.

Ia mengatakan, dengan berlakunya tata batas kawasan hutan ini akan menjadi pintu masuk PPTPKH, yang mana lewat rencana tata ruang Provinsi Kaltara Tana Tidung mendapatkan 28.000 hektare yang ditindaklanjuti lewat program PPTPKH yang sebelumnya dikenal dengan TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria).

“Dengan ini tentu kita harapkan yang terbaik untuk masyarakat KTT, yang mana lahan mereka hutan produksi atau KBK, tapi di sana ada kehidupan masyarakat, ada fasum, fasos,” katanya.

Ia berharap, semoga dengan program ini nanti statusnya bisa klir jadi APL (Areal Penggunaan Lain) dan bisa mendapatkan sertifikat buat masyarakat KTT supaya ada legalitas sah secara hukum dan bisa menjadi agunan perbankan.

Karena itu, Ibrahim Ali menyambut baik dan berterima kasih kepada kepala Balai BPKH Samarinda Hengky Wijaya, Kepala Kantor BPN Bulungan Lena Purnama Sari yang terus membantu memberikan solusi tentang legalitas lahan yang ada di Tana Tidung.

“Selama ini kan masyarakat Tana Tidung terbentur, ada rumah, fasum, tapi lahan itu statusnya hutan produksi, atau KBK.  Nah, dengan adanya program dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup/ATR ini memberikan peluang dan ruang kepada masyarakat untuk memilik hak atas lahan mereka,” ujar Ibrahim Ali.

Ibrahim Ali menyampaikan banyak yang tidak sesuai  lapangan seperti di Sesayap Induk.  Wilayah  di sekelilingnya APL tapi di tengah tengah masyarakat tidak boleh mensertifikat tanahnya karena lahannya KBK padahal jauh sebelumnya masyarakat lebih dulu ada di lokasi tesebut sebelum perusahaan masuk dan penetapan kawasan hutan.

“Artinya kan kita tidak melihat secara seksama. Kondisi di lapangan harus dilihat dulu dong, ada kehidupan ngak di situ,ini langsung aja memplot ngasih lahan ke Adindo sekian ribu sekian ribu hektare, kita mengkritisi juga lahan Adindo dan Intraca banyak tidak produktif, yang ada di KTT,” beber Ibrahim Ali.

Lebih jauh Ibrahim Ali menjelaskan, sekitar 49 persen kawasan di Tana Tidung merupakan hutan dan berada di daratan, sementara untuk APL berada di pinggir sungai, yang wilayahnya tidak bisa dimanfaatkan untuk kehidupan masyarakat karena lahannya gambut.

“51 persen nya gambut itu yang APL. Sementara yang wilayah tanah mineral 49 itu kawasan hutan, itu yang kita perjuangkan. Tentunya harapan kita pemerintah pusat  bisa melihat itu secara utuh dan bisa melihat kepentingan hajat hidup orang banyak,” pungkasnya. (rko)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.