JAKARTA, MK – Sejak tahun 1999 hingga tahun 2014 Indonesia telah memekarkan 223 Daerah Otonomi Baru (DOB), tentu saja hal ini merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip otonomi daerah yang demokratis, merata, adil, dan mengakui kekhasan suatu daerah.
Tentu saja lahirnya 223 DOB tersebut turut membawa masalahnya masing-masing. Oleh karena itu seperti yang disampaikan oleh Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan DPOD Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia Valentinus Sudarjanto Sumitro tentang hasil evaluasi pada 10 aspek berdasarkan Pemendagri Nomor 23 tahun 2010.
“Dari 10 aspek, setidaknya terdapat 6 aspek krusial penyelenggaraan pemerintahan yang masih belum dapat dipenuhi pada sejumlah daerah hasil pemekaran tahun 1999 sampai dengan 2014,” ujar Valentinus pada Rapat Koordinasi Fasilitasi Penyelesaian Permasalahan Daerah Otonom Pembentukan Tahun 1999 – 2004 pada wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua di Hotel Yuan Garden, Kamis (10/3/2022).
Valentinus menambahkan, keenam aspek yang dimaksud adalah, batas daerah, pengalihan aset, hibah/bantuan keuangan dari daerah induk, penyusunan tata ruang wilayah, penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, dan penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Valentinus berharap pada tahun 2022 dengan sinergi antar pusat daerah maka dapat terfasilitasi penyelesaian masalah penyelenggaraan pemerintah pada 121 daerah yang berada di wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Hadir mewakili Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Datu Iqro Ramadhan didampingi Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Taufik Hidayat, dan Kepala Bagian Pemerintahan Mochamad Burhanuddin.
Datu Iqro menjelaskan bahwa untuk hasil evaluasi Kemendagri, di Kaltara penyelesaiannya sudah cukup jelas dan sudah mengikuti peraturan perundang – undangan yang berlaku serta tinggal menunggu waktu.
“Untuk masalah hibah sudah jelas dengan daerah induk, untuk batas wilayah baik antar provinsi Kaltara dengan Kaltim maupun batas antar kabupaten/kota dalam wilayah Kaltara juga sudah jelas hanya tinggal menunggu penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri),” terangnya.
“RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah, red) untuk provinsi (Kaltara) sudah jelas, tinggal kabupaten/kota merevisi sesuai dengan RTRW Provinsi saja, jadi Insya Allah di Kaltara tidak ada masalah,” pungkasnya. (dkisp)