TANJUNG SELOR, MK – Sempat terkendala karena pandemi covid-19 Rencana investasi perusahaan asal Australia di Kalimantan Utara (Kaltara) yang disampaikan pada awal 2020 lalu, kini berprogres lagi. Tak hanya di Kaltara, perusahasaan industri biji besi asal Australia, Fortescue Metal Group (FMG) juga berminat untuk mengembangkan ekonomi hijau di Indonesia.
Dalam rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan, didampingi Kepala BKPM RI Bahlil Lahdalia di Ballroom Mandarin Oriental Hotel Jakarta, Rabu (2/9), pihak FMG yang dihadari langsung oleh Chairman Andrew Forrest beserta redaksi memberikan paparan singkat terkait rencana investasinya di Indonesia. Khususnya di provinsi Papua, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Kalimantan Utara (Kaltara).
“FMG berniat berinvestasi di bidang hydropower sebesar 60 ribu Megawatt dan Geothermal sebesar 20 ribu Megawatt. Investasi akan dilakukan mulai dari hulu hingga ke hilir dengan melibatkan kearifan lokal dan menjaga kelestarian lingkungan,” kata Gubernur Kaltara, Dr H Irianto Lambrie, baru-baru ini.
Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan sendiri, kata Gubernur sangat mensupport investasi tersebut. Bahkan Menko Luhut merespon dengan serius rencana investasi itu yang ditandai dengan dilibatkannya seluruh stakeholder dalam pertemuan tersebut. Baik dari Kementerian terkait, Gubernur Kaltim Isran Noor, serta Asisten Gubernur Provinsi Papua.
“Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Menko Marvest, Kaltara juga sangat mendukung terkait dengan rencana invetasi yang akan dilakukan perusahaan asal Australia, FMG. Di Kaltara sendiri, masih ada titik aliran sungai besar yang memungkinkan untuk pengembangan hydropower, sebab total potensi yang ada mencapai 21 ribu Megawatt,” ungkap Irianto.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Bahlil Lahdalia turut menyakinkan FMG bahwa proses perizinan di Indonesia sudah lebih mudah dan cepat. Sehingga tidak perlu ragu untuk berinvestasi.
Sebelumnya, difasilitasi langsung oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Panjaitan, Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie telah menggelar pertemuan langsung dengan pemilik perusahaan Mr Andrew Forrest, salah satu konglomerat yang juga salah satu pengusaha terkaya dari Australia bersama timnya.
Dalam pertemuan itu, Forrest menyatakan minat berinvestasi di Kaltara. Di antaranya investasi di bidang energi. Yaitu untuk mengembangkan PLTA. Di samping bidang lainnya, seperti smelter, industri baja, plastik, hidrogen dan industri lainnya.
Menurut Irianto, Andrew Forrest merupakan konglomerat Australia, yang kantor pusat perusahaannya di Perth-Western Australia. Selain sebagai pengusaha yang kaya dan sukses, pengusaha ternama ini juga dikenal sebagai seorang dermawan. “Beliau memiliki sekaligus sebagai Chairman Minderoo Foundation yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan,” kata Irianto.
“Atas nama pemerintah provinsi, kami sangat menyambut baik minat Mr Andrew Forrest untuk berinvestasi di Kaltara. Apalagi dengan melihat kemampuannya. Kita optimis investasi ini bisa terealisasi. Dan yang terpenting sangat saya harapkan adalah dukungan dari masyarakat di Kaltara,” imbuhnya.
Sementara itu, dalam keterangannya Menko Maritim dan Investasi Luhut B Panjaitan mengungkapkan, pertemuan dengan Forrest merupakan tindak lanjut dari perjumpaannya sebelumnya bersama Forrest pada acara World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, beberapa waktu lalu.
Forrest disebut berencana membangun PLTA hingga 10.000 MW di Kaltara. “Kapasitasnya PLTA tersebut 15 ribu MW, nanti akan ada riset detail untuk menghasilkan angka yang tepat,” kata Luhut di Jakarta, Kamis (30/1).
Selain itu, Forrest yang merupakan produsen biji besi Fortescue Metals Group (FMG), tertarik berinvestasi juga pada pabrik pemurnian (smelter) baja di kawasan yang sama. Oleh Pemprov Kaltara disiapkan lokasi di KIPI Tanah Kuning Mangkupadi.
Smelter tersebut untuk lithium baterai nikel yang bahan bakunya dari Australia. Menurut Luhut, FMG menyasar PLTA karena hendak memproduksi biji besi menggunakan energi ramah lingkungan. “Mereka mau membuat produksi yang green energy. Jadi dia pakai hydro power nanti bangun smelternya di bawah,” kata Luhut. (humas)