Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memastikan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) tak akan bisa menggantikan Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden jika Joko Widodo-Ma’ruf Amin terpilih pada Pemilu 2019. Isu tersebut dinilai tidak berdasar dan melanggar banyak aturan.
Mahfud menegaskan, BTP tak mungkin menggantikan Mar’uf menjadi Cawapres Jokowi, baik sebelum pilpres maupun jika nanti sesudah terpilih. Menurut Mahfud, terdapat sejumlah syarat untuk menggantikan cawapres atau wapres menurut undang-undang.
Syarat pertama, ia mengantongi catatan kepolisian yang baik. Kemudian, tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam hukuman pidana 5 tahun penjara atau lebih. Poin dari penjelasan ini adalah kata ‘diancam’.
“Dari syarat ini saja, Ahok sudah tidak memenuhinya,” kata Mahfud di Jakarta, Sabtu, 16 Februari 2019.
Selain itu, dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) menyatakan, kalau wakil presiden berhalangan, tetap itu harus diganti lewat MPR. Namun, syaratanya sama, tak boleh orang yang pernah diancam pidana 5 tahun atau lebih.
Berikutnya, calon presiden atau wakil presiden juga tidak bisa mengundurkan diri atau diganti sebelum proses pemilihan. Bila ada capres-cawapres yang mengundurkan diri sebelum pilpres, ada ancaman hukuman pidana 5 tahun dan denda Rp 50 miliar, sementara untuk parpol pengusung akan didenda Rp 100 miliar dan hukuman penjara 6 tahun.
“Nah dua-duanya (sebelum atau sesudah pilpres) itu tidak mungkin (diganti oleh BTP) secara hukum. Jadi kalau ada media yang menyebarkan itu, berarti ikut permainan politik yang hoaks,” katanya.
Mahfud menyayangkan manuver politik para oknum yang menyebarkan isu Mar’uf Amin dipilih sebagai cawapres hanya untuk mendulang suara saat pilpres, lalu akan diganti BTP sesudah dipilih. Apalagi, menurut dia, ada banyak aturan yang membuat hal itu tak akan mungkin dilaksanakan.
“Jadi ada 18 pasal yang mengatur secara dominan larangan-larangan seperti itu. Sehingga mengganti-ganti itu tak mudah, ini negara dan Undang-Undang sudah mengatur secara tepat. Jadi beritanya sangat hoaks kalau berpikir seperti itu,” ujarnya.
Meski dirinya gagal mejadi cawapres pendamping Jokowi, tapi sebagai kompetitor ia menyesalkan permainan politik semacam itu. Isu tersebut menurut Mahfud, diciptakan untuk mereduksi kepercayaan kepada pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Ini sebuah permainan politik tingkat tinggi, memunculkan Ahok sesudah ataupun sebelum pilpres,” ujarnya.
Sebelumnya, isu tersebut menyeruak pasca Harian Indopos menurunkan berita berjudul ‘Ahok Gantikan Ma’ruf?’ pada 13 Februari 2019 beserta grafis yang berisi kemungkinan Ma’ruf Amin diganti BTP sebagai Wakil Presiden. Grafis juga menyeret Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Simulasi yang dimuat Indopos, Jokowi-Ma’ruf terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Lalu, Ma’ruf Amin mengundurkan diri dan digantikan Ahok. Maka Jokowi-Ahok akan memimpin pemerintahan.
Setelah itu, Jokowi mengundurkan diri sebagai presiden, dan Ahok menggantikannya. Kemudian, Hary Tanoe diangkat sebagai wakil presiden.
Atas pemberitaan itu, Harian Indopos diadukan ke Dewan Pers oleh Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kubu petahana merasa dirugikan dengan berita tersebut.
Sumber: Medcom.id