Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku miris masih ada penegak hukum, khususnya jaksa yang terlibat kasus dugaan tindak pidana korupsi. Hal ini menyusul ditetapkannya pejabat Kejaksaan Tingggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai tersangka suap penanganan perkara.
“Kecewa dan miris penegak hukum kok korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 29 Juni 2019.
Syarif memastikan kasus dugaan suap penanganan perkara yang menjerat Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Agus Winoto ini tetap ditangani KPK. Namun, lembaga antirasuah bakal berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengembangkan kasus tersebut.
“Kolaborasi penanganan kasus bersama Kejaksaan Agung akan dilakukan untuk pengembangan perkara ini,” ujarnya.
Komisi antirasuah juga mengucapkan terimakasih kepada Kejagung yang telah membantu mengamankan sejumlah jaksa Kejati DKI dalam operasi tangkap tangan (OTT) kemarin. Termasuk, membawa Agus Winoto ke Gedung Merah Putih KPK.
“KPK berterima kasih kepada pihak Kejaksaan Agung yang telah membantu mengamankan YSP di Bandara Halim Perdana Kusuma dan menghadirkan AGW ke Gedug Merah Putih KPK,” pungkasnya.
KPK menetapkan Agus Winoto sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Agus Winoto ditetapkan sebagai tersangka bersama seorang pihak swasta yang beperkara Sendy Perico dan kuasa hukumnya Alvin Suherman.
Suap berawal saat Sendy melaporkan pihak lain yang menipu dan melarikan uang investasinya sebesar Rp11 miliar. Sebelum tuntutan dibacakan, Sendy dan Alvin telah menyiapkan uang untuk Jaksa Penuntut Umum agar memperberat tuntutan kepada pihak yang menipu Sendy.
Saat persidangan berlangsung, Sendy dan pihak yang dituntut memutuskan berdamai. Kemudian, setelah proses perdamaian rampung, tepatnya pada 22 Mei 2019, pihak yang dituntut meminta Sendy untuk meringankan tuntutannya yakni satu tahun penjara.
Alvin selaku kuasa hukum Sendy selanjutnya melakukan pendekatan kepada jaksa penuntut umum melalui seorang perantara. Sang perantara kemudian menginformasikan kepada Alvin bahwa rencana tuntutannya adalah selama dua tahun.
Alvin kemudian diminta menyiapkan uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian jika ingin tuntutannya berkurang menjadi satu tahun. Alvin dan Sendy akhirnya menyanggupi permintaan jaksa penuntut umum itu dan berjanji menyerahkan syarat-syarat tersebut Jumat, 28 Juni 2019.
Lalu pada Jumat pagi, Sendi menuju sebuah bank dan meminta Ruskian Suherman mengantar uang ke Alvin di sebuah pusat perbelanjaan di Kelapa Gading. Sekitar pukul 11.00 WIB, Sugiman Sugita mendatangi Alvin di tempat yang sama untuk menyerahkan dokumen perdamaian.
Setelah itu, masih di tempat yang sama sekitar pukul 12.00 WIB, Ruskian mendatangi Alvin untuk menyerahkan uang Rp200 juta yang dibungkus dalam sebuah kantong kresek berwarna hitam. Selanjutnya, Alvin menemui Yadi Herdianto di kompleks perbelanjaan yang sama, untuk menyerahkan kantong kresek berwarna hitam yang diduga berisi uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian. Yadi selanjutnya menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menyerahkan uang tersebut kepada Agus Winoto.
Agus Winoto selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Alvin dan Sendy selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. (medcom.id)