Kaltara Miliki Kasus Gizi Buruk Terendah se-Kalimantan

by Muhammad Aras
Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie

TANJUNG SELOR, MK –  Pada 2019, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) mengharapkan tak ada lagi bayi atau anak kurang gizi. Upaya itu, sejalan dengan sejumlah program penanganan atau pencegahan kasus gizi buruk yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, maupun oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kaltara.

Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie yang didampingi Kepala Dinkes Kaltara Usman menyebutkan, upaya yang dilakukan pihaknya adalah dengan melakukan deteksi dini kasus gizi buruk mulai dari ibu hamil (Bumil), anak dan bayi dari lingkungan terdekat. Ini juga dilakukan bersama Dinkes kabupaten/kota. Adapun upaya di lapangan, di antaranya lewat Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Balita, Anak Sekolah Dasar (SD) Kurus, serta memberikan PMT dan Makanan Pendamping (MP) ASI untuk Bumil yang Kekurangan Energi Kronis atau (Bumil KEK).

“Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), Provinsi Kaltara menunjukkan angka yang cukup menggembirakan terkait masalah stunting gizi buruk. Untuk wilayah Kalimantan, Kaltara berada pada posisi terendah yakni 27 persen. Disusul Kalimantan Timur (Kaltim) 29,4 persen, Kalimantan Selatan (Kalsel) 33,2 persen, Kalimantan Barat (Kalbar) 33,5 persen. Dan yang tertinggi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebesar 34,2 persen,” tutur Irianto.

Diakui Gubernur, tindakan responsif terhadap penanganan anak atau bayi kurang gizi atau bergizi buruk adalah kewenangan instansi teknis dalam lingkup pemerintah kabupaten maupun kota. Pun demikian, Pemprov Kaltara tetap akan turun tangan untuk membantu penanganannya.

“Tahun ini melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) akan dilakukan lokus pemberian PMT Bumil KEK penugasan khusus stunting di 10 desa di Malinau. Lewat Dana DAK, pusat mengalokasikan dana untuk pemberian PMT sebesar Rp 3,8 milar, yang mana penugasan khusus stunting ini diberikan atas usulan masing-masing kabupaten/kota. Sedangkan untuk kabupaten lain, Dinkes melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltara juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 90 juta untuk pemberian PMT,” beber Gubernur.

Program tersebut dilakukan untuk buffer stock PMT di provinsi. Nantinya PMT diberikan atas permintaan langsung dari kabupaten/kota. PMT juga diberikan jika ada permintaan darurat seperti adanya temuan kasus gizi buruk, dan bencana.

“Sebagai langkah deteksi dini anak atau bayi bergizi di lingkungan terdekat, diharapkan peran ketua Rukun Tetangga (RT) atau Ketua Rukun Warga (RW) dapat lebih maksimal. Dimana, menjadi kewajiban ketua RT dan ketua RW untuk memonitor juga melaporkan kondisi tersebut ke pihak yang berkompeten. Sekaligus menumbuhkan kembali rasa peduli masyarakat kepada sesama, dimulai dari lingkungan terdekat,” timpal Usman.

Selain itu, diharapkan bukan hanya ketua RT, RW atau kader saja yang terlibat mengawasi. Organisasi Perangkat Daerah (OPD), juga PKK itu dalam mengawasi. Misalkan PKK, mengajarkan cara mengasuh anak.(humas)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.