Proses Sertifikasi Tambak Butuh Waktu 3 hingga 4 Tahun
TANJUNG SELOR, MK – Selain akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk percepatan pembangunan Kota Baru Mandiri (KBM) Tanjung Selor, tindak lanjut lainnya dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Oktober tahun lalu, adalah rencana sertifikasi lahan pertambakan di Kaltara.
Untuk diketahui, saat dalam perjalanan lewat udara dari Tarakan menuju Tanjung Selor, Presiden yang didampingi Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, sempat memantau kawasan pertambakan di Kaltara yang begitu luas. Dalam kesempatan itu, Gubernur melaporkan langsung kepada Presiden, jika sebagian besar tambak di Kaltara belum memiliki sertifikat dan berada di kawasan kehutanan.
Presiden pun langsung merespons. Pada saat berada di Tanjung Selor, di sela-sela membagikan sertifikat masyarakat, presiden menginstruksikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Sofyan Djalil yang saat itu hadir, untuk melakukan sertifikasi lahan tambak di Kaltara.
Menindaklanjuti instruksi tersebut, dalam rangka mempercepat sertifikasi lahan tambak, Gubernur telah memerintahkan jajarannya agar mempercepat pendataan lahan tambak yang ada di Kaltara. “Pemprov (Pemerintah Provinsi) Kaltara hanya membantu pendataan, berapa besaran atau luasan tambak, dan di mana lokasinya. Sementara yang berhak menerbitkan sertifikat adalah kementerin ATR atau BPN,” ungkap Irianto beberapa waktu lalu.
Untuk mempermudah pendataan, lanjutnya, Pemprov Kaltara tahun ini rencananya akan bekerja sama dengan akademisi untuk membuat peta dengan skala 1 banding 10.000 yang akan dipasang dilayar lebar.
Selain membuat peta, Pemprov melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkaitnya, akan mengundang para petambak untuk dapat menunjukan lokasi tambaknya. Sehingga, dari situ dapat dipastikan letak dan luasannya. “Pembuatan peta ini akan dilakukan bertahap. Misalnya, tahap pertama di Bulungan dulu yang memiliki lahan tambak sekitar 80.000 hektare. Kemudian menyusul daerah lainnya. Seperti Nunukan, Tana Tidung, maupun Tarakan,” kata Irianto.
Dikatakan, lahan tambak di Kaltara merupakan salah satu kawasan tambak terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara, ada sebanyak 9.604 pembudidaya yang ada di provinsi termuda di Indonesia ini. Dari jumlah itu, total lahan budidaya berupa tambak sekitar 149.958 hektare. Namun, tidak semua lahan budidaya tersebut statusnya milik masyarakat, karena masih ada tambak budidaya yang lokasinya berada di kawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Menurut informasi DKP Kaltara, sebanyak 78.592 hektare statusnya adalah Area Penggunaan Lain (APL). Sehingga, masyarakat bisa memiliki sertifikat atas lahan tersebut. Sementara sisanya, 70.707 hektare masuk kawasan HP dan 659 hektare masuk kawasan HPK. “Dari Pemprov Kaltara, melalui Dinas Kehutanan sudah mengusulkan untuk dilakukan enclave di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Salah satu alasan kenapa minta agar lahan itu dikeluarkan dari kawasan hutan, karena kegiatan pertambakan di Kaltara telah berlangsung lama, dan sudah turun temurun. Sekarang sudah proses, mudah-mudahan disetujui,” ungkapnya.
Selain masuk dalam kawasan hutan, kendala lain yang dihadapi untuk melakukan sertifikasi tambak, adalah karena pemilik lahan rata-rata tidak berdomisili di daerah yang sama dengan lokasi tambaknya. “Contohnya tambak-tambak yang ada di Kabupaten Bulungan, kebanyakan dimiliki oleh masyarakat yang berdomisili di Kota Tarakan,” katanya.
Irianto mengatakan, selain melakukan pendataan, jajarannya telah berkoordinasi dengan pihak pertanahan. Dirinya berharap prosesnya tidak terlalu lama. Gubernur menargetkan, proses sertifikasi lahan tambak ini akan membutuhkan waktu 3 sampai 4 tahun. Bahkan untuk tambak yang kawasannya kecil dan dimiliki penduduk setempat, seperti tambak yang ada Kota Tarakan dan Salimbatu, diperkirakan akan cepat selesai.
“Prosesnya memang panjang. Namun kembali lagi semua bermuara di BPN. Saya minta semua bisa bersinergi untuk mempercepat prosesnya,” harap Irianto.
Ditambahkannya, dengan adanya sertifikat ini akan membantu para petambak dan pemerintah. Terutama untuk legalitas petambak, sehingga dapat memiliki kekuatan hukum untuk segala keperluan lainnya. “Misalnya bisa untuk menjaminkan tambaknya di bank, untuk tambahan modal,” ujarnya. Sedang dari sisi pemerintah daerah, akan berkontribusi untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), yaitu melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maupun restribusi-retribusi resmi lainnya.(humas)