Bangun PLTU di Malinau, Dua Perusahaan Investasi Capai USD 4,55 Miliar
TANJUNG SELOR, MK – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie meminta kepada semua pihak, terutama masyarakat untuk mendukung kegiatan investasi di daerah ini. Demikian disampaikan Gubernur saat memimpin pertemuan tripartit antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara, jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Malinau dengan perwakilan manajemen dua investor ketenagalistrikan di wilayah Malinau. Yakni, Hyundai Engineering and Construction Co., Ltd (Korea Selatan) yang menjadi investor pembangunan PLTA 2 x 150 Megawatt (MW) di Sungai Mentarang dalam dua tahap, dan Sarawak Energy Berhad Sdn., Bhd (Malaysia)-PT Kayan Partria Pratama Grup, investor pembangunan PLTA 1.000 MW di Sungai Malinau, Kamis (7/9). Juga hadir perwakilan anak perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT WIKA Power. “Pertemuan ini membahas kesiapan dan sikap jajaran Pemprov Kaltara, Pemkab Malinau, DPRD Kaltara dan Malinau atas rencana investasi tersebut. Yang jelas, Pemprov akan menyambut dengan baik keinginan serius investor, sepanjang serius dan patuh aturan. Kita juga akan memberikan kemudahan rencana investasi sesuai dengan kewenangan yang ada,” kata Gubernur usai pertemuan.
Adapun nilai investasi yang digelontorkan pada rencana investasi ini, untuk tiap 1 MW listrik yang dihasilkan sekitar USD 3,5 juta. Atau sekitar, USD 1,05 miliar untuk PLTA Sungai Mentarang, dan USD 3,5 miliar untuk PLTA Sungai Malinau. “Ada poin penting yang juga telah saya sampaikan kepada pihak kementerian terkait, agar investasi ini benar-benar mensejahterakan masyarakat kita. Di antaranya, soal penglibatan tenaga kerja lokal dengan asumsi efisiensi dana yang dikeluarkan investor. Juga pentingnya, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari tenaga profesional yang dipekerjakan pihak investor,” urai Gubernur.
Dalam rapat yang dihadiri Ketua DPRD Kaltara Marthen Sablon dan Asisten 2 Setkab Malinau Ernes Silvanus itu, Gubernur menyampaikan bahwa bagian terpenting dari keberhasilan sebuah rencana investasi adalah dukungan dari masyarakat di wilayah operasi investasi tersebut. “Pembangunan PLTA kan cukup lama, mencapai 20 tahun, atau secepat-cepatnya 5 tahun. Dan, sedianya jangan sampai saling bertengkar mengenai hal apapun, padahal ini baru tahap awal. Bagaimana pada saat konstruksi dikerjakan, dimana ada beberapa desa dan relokasi yang harus dilakukan. Jadi, dituntut kebijakan pikir dan dukungan dari segala pihak, utamanya masyarakat di Malinau,” ungkapnya.
Untuk itu, perihal pembahasan konflik sosial budaya, perizinan dan status lahan akan dibahas secara terpisah pada tingkat daerah setempat dengan investor. Tentunya, Pemprov akan turut serta memfasilitasi pembahasan penyelesaian persoalan tersebut. Dan, akan memperhatikan aturan yang berlaku di Indonesia. “Ada keterbatasan kewenangan Pemprov dalam hal perizinan. Meski sesuai UU (Undang-Undang) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sejumlah kewenangan bidang energi dan ketenagalistrikan dialihkan kepada Pemprov. Jadi, ada peran Pemkab dalam hal perizinan itu, juga pemerintah pusat dalam hal ini BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Tanpa mengabaikan regulasi daerah, adat dan sosial budaya masyarakat tentunya,” papar Gubernur.
Irianto berharap pada pertemuan awal ini, setiap pihak yang terlibat dapat menyadari bahwa PLTA tak hanya dapat menjadi sumber penyedia tenaga listrik dalam wilayah Kaltara, khususnya Malinau. Tapi juga untuk wisata dan diekspor ke luar Kaltara, bahkan ke negara tetangga, Malaysia. “Jangan sampai salah persepsi didalam memahami rencana investasi ini. Baik di internal Pemprov Kaltara, Pemkab Malinau juga kalangan legislatif,” ujarnya.
Diinformasikan Gubernur, kedua investor ini berencana melakukan survei pendahuluan atau pre Feasibility Study (FS) pada tahun ini, untuk kepentingan penyusunan FS guna menentukan kelayakan teknis dan lainnya dari sungai yang disasar untuk pembangunan PLTA. Selanjutnya, disusun FS untuk kelengkapan dokumen perizinan yang nantinya diajukan kepada BKPM, Pemprov juga Pemkab Malinau. Targetnya, paling cepat 2018 atau selambatnya 2019, pengerjaan konstruksi fisik PLTA sudah dapat direalisasikan. “Ada beberapa izin yang nantinya diurus investor tersebut setelah tersusun FS. Di antaranya, izin prinsip dari BKPM, izin lokasi dari pemerintah daerah setempat, dan izin mengenai upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari Pemprov,” kata Gubernur. (humas)