Sebagai Heart of Borneo, Hutan Kaltara Curi Perhatian Dunia
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang memiliki kawasan hutan cukup luas, menjadi salah satu provinsi yang cukup menjadi perhatian pada Konferensi Perubahan Iklim se-Dunia atau Conference of the Parties-23 United Nations Framework Convention On Climate Change (COP-23 UNFCCC) di Kota Bonn, Jerman. Apalagi dengan kehadiran Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie yang menjadi pembicara dalam forum tersebut.
Dr SUHERIYATNA, dari Bonn, Jerman
DENGAN luasan wilayah sekitar 72.275 kilometer persegi atau 7,2 juta hektare (Ha), wilayah Kaltara sebagian besarnya atau lebih dari 62 persennya (4,5 juta ha) adalah berupa kawasan hutan. Atas komitmennya untuk menjaga kelestarian hutan, Gubernur berinisiatif untuk masuk sebagai anggota Governor’s Climate and Forests (GCF) bersama gubernur lainnya dari sejumlah negara di dunia, dalam pertemuan di Meksiko tahun lalu.
Dalam paparannya, Gubernur menyebutkan bahwa dari 4,5 juta hektare hutan di Kaltara, termasuk di dalamnya, adalah kawasan hutan konservasi. Yaitu, Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) di Malinau yang memiliki luasan mencapai 1,36 juta hektare.
Hutan konservasi yang merupakan salah satu paru-paru dunia dan juga jantungnya Kalimantan (Heart of Borneo) ini, disebutkan Irianto, tak hanya memiliki potensi ekonomis berupa produk hasil hutan. Namun juga berpotensi di sektor pariwisata. Bahkan menjadi perhatian dunia, dalam hal kegiatan penelitian dan keperluan lainnya.
Keanekaragaman hayati, menjadi kekayaan alam di belantara Kaltara yang tidak dimiliki oleh banyak daerah lainnya. Ada 76 spesies mamalia di dalamnya, 8 spesies primata, 33 spesies binatang amfibi, 395 jenis burung, 68 jenis binatang reptil, serta 43 spesies ikan air tawar.
Di kawasan hutan konservasi TNKM, juga memiliki beragam binatang langka. Ada Rangkong Badak, Banteng Liar, Owa Bangat, Beruang Madu, Kucing Hutan, serta Macan Dahan. Selain fauna, hutan Kaltara juga kaya akan beragam tetumbuhan. Ada 500 jenis anggrek, puluhan jenis kantong semar, 25 macam rotan. “Juga beberapa bunga langka, seperti Amorphopalhus Titanium, serta Bunga Rafflesia Pricei,” papar Gubernur.
TNKM yang merupakan bagian dari jantungnya Kalimantan (Heart of Borneo), tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Belantara Kaltara juga merupakan rumah dan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal. Secara ekonomi, sosial budaya, mereka bergantung pada hutan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari, obat-obatan, sarana tempat tinggal hingga ritual adat.
Dikatakan Gubernur, pemerintah telah turut andil dalam membangun peradaban di wilayah sekitar hutan. Berbagai sarana dasar untuk masyarakat dibangun. Seperti sarana pendidikan, kesehatan hingga infratruktur berupa jalan dan jembatan.
Gubernur menyampaikan hal tersebut guna menjawab pertanyaan salah satu peserta dari negara Sudan. Dalam forum tersebut, warga Sudan itu bertanya, bagaimana cara dan program yang telah dan akan dilakukan dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan, khususnya masyarakat desa di sekitar hutan?
“Saya kala itu menjelaskan bahwa Indonesia dapat menjadi contoh terbaik di dunia dalam pemberdayaan dan pengembangan masyarakat pedesaan. Karena kebijakan dan programnya dilaksanakan secara terintegrasi oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten hingga di desa,” jelas Irianto.
Program tersebut, lanjutnya, mencakup lintas sektoral dan daerah. Yaitu menyangkut infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan hingga pembinaan pemerintahan desa dan peningkatan kualitas aparatur pemerintahan desa.
Dukungan dana untuk membangun pedesaan, menurut Gubernur cukup besar. Pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian dan kebijakan khusus dalam pengalokasian anggaran desa yang sangat besar dan langsung disalurkan ke masing-masing desa. “Setiap desa rata-rata dapat memperoleh alokasi anggaran Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar per tahun. Bahkan pada tahun depan, anggaran desa ditingkatkan lagi, dari Rp 40 triliun pada 2017, menjadi Rp 60 triliun rupiah atau sekitar USD 5 miliar,” jelas Irianto.
Dukungan dana ini, imbuhnya, merupakan anggaran yang sangat besar dan suatu kebijakan yang berani serta sangat pro perdesaan dari Presiden Joko Widodo. Di samping kebijakan pemerintah yang pro pedesaan, bagaimana masyarakat di sekitar hutan melestarikan kekayaan alam di wilayahnya?(bersambung)