Jakarta – Majelis Pertimbangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Dandhy Dwi Laksono terancam pidana kurungan penjara lima tahun. Dia ditangkap polisi karena cuitannya terkait kerusuhan di Wamena, Papua yang dianggap mengandung ujaran kebencian.
“Ancamannya penjara lima tahun ke atas,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 27 September 2019.
Argo mengungkapkan, pernyataan Dandhy di media sosial Twitter itu belum tentu benar. Komentar terkait kerusuhan di Wamena, Papua itu menurut Argo bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Sebab, itu mengandung ujaran kebencian dan unsur SARA. Makanya tadi malam kita lakukan penangkapan,” ujar Argo.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, usai pemeriksaan polisi memulangkan Dandhy dan belum ditahan.
“Setekah kita lakukan pemeriksaan kita pulangkan,” pungkas Argo.
Cuitan Dandhy yang dipersoalkan yakni, ‘Mahasiswa Papua yang eksodus dari kampus-kampus di Indonesia, buka posko di Uncen. Aparat angkut mereka dari kampus ke Expo Waena. Rusuh. Ada yang tewas’, dan ‘Siswa SMA protes sikap rasis guru. Dihadapi aparat. Kota rusuh. Banyak yang luka tembak’.
Dandhy ditangkap di kediamannya Jalan Sangata 2 Blok i-2 Nomor 16, Jatiwaringin Asri, Pondokgede, Bekasi, Kamis, 26 September 2019, pukul 23.00 WIB.
Penyidik menunjukkan cuitan itu kepada Dandhy sat penangkapan. Pendiri WatchdoC dan sutradara film dokumenter sexy killers itu mengakui telah menulis kalimat tersebut di akun media sosialnya.
Dandhy disangkakan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. (red/medcom)